Catatan : Dr.Ir. Armen Mara, M.Si
Dosen Faperta Unja dan Ketua DPP Pertalindo Jambi
Masalah kerusakan lingkungan hidup di Provinsi Jambi menjadi semakin hangat menjelang Pilkada langsung dan serentak yang akan dilaksanakan pada akhir tahun 2024. Figur pemimpin yang akan datang menjadi penting mengingat lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H UUD RI Tahun 1945.
Baca Juga: Romi - Mashuri - Adirozal Bertemu, Poros Lima Bupati Eksis Kembali ?
Kerusakan lingkungan hidup di Provinsi Jambi pada umumnya terjadi akibat praktek pembukaan lahan perkebunan, perambahan hutan dan kebakaran hutan, penambangan dan penggalian, pembangunan gedung, dan pembangunan industri. Untuk itu, Provinsi Jambi memerlukan figure pemimpin yang tidak hanya visioner dan beritegritas tapi juga cukup “powerfull” (kuat) untuk menghadapi situasi lapangan yang memiliki kapasitas yang cukup untuk bertindak.
Kerusakan hutan dan ancaman pembangunan berkelanjutan
Baca Juga: Jelang Pilgub, Berulang Kali Romi Temui Haji Metar, Siapa Dia ?
Hasil kajian KKI Warsi tentang kerusakan hutan di Provinsi Jambi (KKI Warsi, 5 Januari 2024) mengisyaratkan adanya tantangan besar bagi pembangunan berkelanjutan di Provinsi Jambi di masa mendatang. Menurut hasil kajian tersebut, pada tahun 1973 tutupan hutan Jambi tercatat seluas 3.400.000 Ha dan pada tahun 2023 luas hutan tersebut hanya tertinggal 922.891 Ha, artinya selama selang waktu tersebut telah terjadi penurunan luas hutan sebesar 2.477.109 ha atau sebesar 73% selama 50 tahun atau luasnya berkurang rata-rata seluas 49.542,18 Ha setiap tahunnya.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa sampai tahun 2024 ini, faktor yang menjadi penyebab berkurangnya luas hutan tersebut, yaitu pemberian izin pengelolaan hutan untuk areal pemanfaatan lain seperti areal perkebunan kelapa sawit dan areal izin konsesi usaha pemanfaatan hutan masih terus berkerja. Disamping itu, menurut KKI Warsi pembukaan hutan dan lahan juga terpantau di daerah sempadan sungai yang seharusnya tidak diganggu. Hampir semua wilayah anak-anak sungai di Provinsi Jambi mengalami kerusakan akibat aktivitas penambangan emas dengan menggunakan alat berat.
Baca Juga: Elektabilitas Al Haris Tidak Tertandingi, Romi Hariyanto Membayangi
Dalam rangka melestarikan lingkungan hidup, khususnya bidang kehutanan, di Provinsi Jambi sudah ada 4 (empat) taman nasional yang selama ini dikenal oleh masyarakat dunia. Taman Nasional tersebut adalah TNKS (Taman Nasional Kerinci Seblat), TNB (Taman Nasional Berbak), TNBD (Taman Nasional Bukit Dua Belas), dan TNBT (Taman Nasional Bukit Tiga Puluh).
Dalam taman nasional ini tersimpan berbagai kekayaan alam hayati, flora dan fauna. Kerusakan hutan dan lahan yang terjadi akibat perambahan dan kebakaran akan berakibat berkurangnya keanekaragaman hayati dan rusaknya paru-paru dunia yang menjadi kebanggaan masyarakat Provinsi Jambi dan masyarakat dunia tersebut.
Kerusakan lingkungan hidup sebagaimana yang dijelaskan, terjadi akibat usaha-usaha yang mengeksploitasi sumberdaya alam dan kurang memperhitungkan dampak yang bakal terjadi. Kerusakan lingkungan hidup yang terjadi akibat aktivitas manusia yang nota bene nya disebut “pembangunan” tersebut bisa mengancam kehidupan generasi yang akan datang. Perambahan hutan yang masih terus berlangsung akan berakibat terjadinya pemanasan global, hilangnya wilayah tangkapan air, terjadinya erosi tanah, dan pencemaran air sungai. Padahal sungai-sungai, khususnya Sungai Batanghari masih menjadi andalan bagi kehidupan masyarakat Provinsi ini.
Konflik tiga pilar pembangunan
Secara umum masalah lingkungan hidup di Provinsi Jambi dapat dilihat dari teori 3 (tiga) Pilar, yaitu pilar ekonomi, pilar ekologi, dan pilar sosial (Serageldin and Steer, 1994). Peran pemerintah dalam hal ini adalah mempertemukan 3 (tiga) kepentingan dan mencegah terjadinya koflik sehingga pembangunan yang berkelanjutan dapat diujutkan. Namun, dalam praktek masing-masing instansi pemerintah sering terbawa-bawa oleh kepentingan bidang nya masing-masing.
Pilar ekonomi sesuai dengan kepentingannya berorientasi pada efisiensi, pertumbuhan dan stabilitas. Pilar sosial berorientasi pada pemerataan, mobilitas sosial, partisipasi, dan pemberdayaan. Sedangkan pilar ekologi berorientasi terhadap integritas ekosistem, sumberdaya alam, keanekaragaman hayati, dan daya dukung lingkungan, Dalam praktek sering terjadi konflik antara satu dengan yang lainnya, terutama karena masing-masing pihak terpaku pada prinsip kerjanya masing-masing. Para pemilik modal besar ngotot dengan prinsip membangun dengan jasanya menumbuhkan ekonomi. Dari pihak lain terlihat bahwa perubahan yang terjadi telah menghasilkan ketimpangan antara yang kaya dan miskin sehingga muncul kecemburuan sosial. Demikian juga para pemerhati lingkungan yang kaku pada pada prinsip ekosistem yang tidak bisa berubah.
Pembangunan di Indonesia sebagaimana yang diamanatkan UUD 1945 terutama pasal 33 ayat 2 diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Prinsip pembangunan ini pasti sudah menjadi pegangan bagi setiap kementerian dalam membina pelaku-pelaku usaha dan pelaku kegiatan sesuai Tu poksi (Tugas dan Fungsi) yang masing-masing. Kementerian Pertanian, ESDM, dan PUPR mungkin yang paling banyak berhubungan dengan usaha dan kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan hidup. Termasuk juga Kementerian LHK memiliki dua tupoksi, yaitu pembangunan kehutanan dan sekaligus pelestarian lingkungan hidup.
Di Indonesia, masing-masing kementerian tentu sudah memiliki wawasan lingkungan bahwa pembangunan adalah pembangunan yang berkelanjutan. Namun, implementasi pembangunan berkelanjutan itu di lapangan tergantung pada keberanian pemerintah Provinsi dalam bertindak. Untuk itu, diperlukan pula Figur Penguasa Provinsi yang “Powerfull’ (kuat) untuk dapat bertindak di lapangan.
Romi-Sudirman Calon Gubernur yang “powerfull” ?
Untuk menanggulangi kerusakan lingkungan hidup di Provinsi Jambi pada periode mendatang memang diperlukan Figur Gubernur yang tidak hanya visioner melainkan juga harus memiliki “powerfull” yang kuat, memiliki ketegasan, dan juga memiliki kapabilitas yang cukup untuk bertindak.
Dengan kapabilitas yang dimiliki pemerintahan daerah bersama kementerian terkait tidak ada keraguan dalam bertindak.
Pasangan Calon Gubernur Jambi, Romi dan Sudirman diharapkan bisa menjadi dwi tunggal. Romi Hariyanto yang memiliki pengalaman dalam bidang pemerintahan, sebagai Bupati Tanjung Jabung Timur selama dua periode yaitu Periode 2016-2021 dan Periode 2021-2024. Jangka waktu yang cukup lama menempa pengalaman di pemerintahan dan dekat dengan masyarakat bisa dianggap berkapabilitas untuk menjalankan pemerintahan Provinsi Jambi nantinya.
Letjen TNI (Purn) Sudirman sebagai pasangan Romi Hariyanto dalam pencalonan Gubernur Provinsi Jambi, sebelumnya berkiprah di Militer dan sudah mencapai level perwira tinggi TNI, tentu cukup disegani dalam masyarakat. Beliau adalah Putra Daerah kelahiran Jambi tahun 1963 telah banyak menorehkan prestasinya di bidang militer sehingga tak diragukan lagi kemampuannya dalam bertindak di lapangan.
Kombinasi kedua Putra Daerah Jambi ini menghasilkan kepemimpinan dwi tunggal yang “powerfull” mampu menjalankan roda pemerintahan untuk membawa rakyat Jambi ke tingkat yang lebih sejahtera di masa mendatang.
Sebelum ditutup perlu disampaikan, bahwa tulisan ini bersifat ilmiah popular, ditulis secara objektif berdasarkan data, fakta, dan kerangka pemikiran yang pemulis miliki. Pembaca yang budiman tentu saja tidak harus sependapat dengan penulis. Semoga Provinsi Jambi ini akan lebih baik dimasa mendatang. Aamiin YRA.
Penajam, Kaltim. September 2024.****
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS