Oleh: Bahren Nurdin
Baca Juga: Memperkaya Muhammadiyah, Bukan Mencari Kekayaan di Muhammadiyah
Dari jendela Indonesian Airways (Garuda Indonesia) saya melihat awan di luar sejauh mata memandang. Bentangan mega putih menyejukkan mata. Subuh baru saja berlalu dan matahari baru nongol. Semua tampak begitu indah dan tenang. Allah menunjukkan kuasa-Nya melalui segala sesuatu yang diciptakan-Nya. Sungguh, pelajaran terhebat bagi siapa saja yang berpikir dan mengambil pelajaran.
Sarapan yang ada di meja lipat pesawat telah terhidang. Berbagai menu pilihan telah ditawarkan. Tapi memang sejak dulu saya tidak pernah tertarik dengan makanan di pesawat atau bahkan di hotel berbintang. Mungkin lidah dusun saya belum bisa terima. Masih nyaman dengan sambal pakis dan ikan teri atau tempoyak patin. Akhirnya saya memilih menikmati suasana luar sambil sedikit menapak masa lalu.
Baca Juga: Rumus Kehidupan : Sudahi ( SenyUm, DiAm, Husnuzon, dan Ikhlaskan)
FLASHBACK
Pada tahun 2003, ketika baru saja dinyatakan lulus dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, saya bertekad untuk melanjutkan pendidikan Magester (S2) di Australia. Rencana ini sudah disusun matang karena saya juga salah seorang penerima beasiswa Aus-AID (Australian Agency for International Development). Niat dan persiapan sudah mantap. Selesai wisuda, cabut!
Beberapa hari setelah wisuda niat mau lanjut kuliah S2 disampaikan ke Ayah. Namun jawaban Beliau singkat, “Pulang ke Jambi dan jadi PNS dulu”.
Baca Juga: Mahasiswa Bunuh Diri : Tekanan Akademik yang Mencekik?
Saya tidak membantah apa lagi berdebat. Saran beliau saya ikuti tapi niat untuk melanjutkan sekolah ke Australia tidak ‘dibunuh’. Agar mimpi itu tetap ‘segar’ dan tidak basi, saya simpan di dalam ‘kulkas’ impian. Mengikuti perintah orang tua (ayah) tetap menjadi prioritas. Benar saja, hanya empat bulan setelah saya wisuda Beliu meninggal dunia dan saya dapat mengantarkan beliau sampai ke peristirahatan terahir. Untuk Beliau, alfatiha.
Tiga tahun kemudian saya lulus PNS sebagai Dosen di UIN STS Jambi (dulu IAIN STS Jambi). Sudah PNS tapi belum S2. Tahun 2008 saya kejar dengan segala upaya dengan mencari berbagai beasiswa, tapi nampaknya belum diizinkan Allah. ‘Banting stir’, Saya memilih S2 di Negeri Melayu, Malaysia tepatnya di Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM).
JANGAN KUBUR MIMPI
Mimpi untuk melanjutkan kuliah di Negeri Kangguru itu tidak pernah dikubur; tetap subur walau tidak digembar-gembur. Beberapa beasiswa dicoba, baik dalam maupun luar negeri. Beasiswa LPDP pernah dijajal malah berakhir dengan penolakan; gak lulus! Sabar dan tetap positif. Pasti ada jalan lain jika Allah izinkan. Terakhir sekali, beasiswa peruntukan soft component dari Islamic Development Bank (IDB untuk UIN STS Jambi). Sudah dinyatakan lulus, tapi programnya malah dibatalkan. Gagal lagi tapi tetap senyum dan coba lagi.
Tahun 2019 ikut serangkaian tes beasiswa dari Kementerian Agama RI dengan sebutan Program MORA 5000DOKTOR. Program ini ada dua; dalam dan luar negeri. Pertama saya uji keberuntungan ambil dalam negeri dengan membidik UGM alias balik kandang. Allah berkata lain, saat tes beasiswa, UGM sudah tutup pendaftaran. Batal!
Tidak putus usaha, langsung ‘pantengin’ bukaan pendaftaran beasiswa MORA Luar Negeri. Begitu buka langsung ‘serbu’. Serentetan tahapan dilakukan dengan penuh perjuangan. Ada begitu banyak tahapan yang semuanya ternyata tidak mudah untuk dijalani, bukan hanya masalah akademik tapi juga masalah-masalah domistik yang cukup ‘menantang’. Pasti berat. Berkat bantuan dan dukungan keluarga dan banyak orang, semua terlewati dan sukses. Mimpi pun mulai tumbuh.
DREAM COMES TRUE
Tahun 2003 saya semai mimpi itu dan baru tahun 2022 Allah izinkan menjadi kenyataan. Itu artinya, saya butuh waktu 19 tahun untuk mewujudkannya. Mungkin terlalu panjang, tapi buat saya itu hanyalah perjalanan waktu untuk membuktikan bahwa mimpi yang sudah disemai jangan pernah dibunuh. Allah pasti tahu waktu terbaik untuk ia ‘tumbuh’.
Perjuangan untuk menuntut ilmu di sini memang baru dimulai. Pesawat yang saya tumpangi baru saja medarat. Ada keyakinan yang kuat dalam diri, di sinilah in sya Allah perjuangan meraih mimpi ini akan dipertaruhkan. Bukankah, "hidup yang tidak dipertaruhkan tidak akan dimenangkan" (Sutan Sjahrir). Dream comes true! Mohon doa dan support dari semua orang dan doakan saya semoga istiqomah dalam kebaikan. Aamiin
Akhirnya, saya menasehati diri sendiri, jika mimpi sudah disemai, biarkan ia tetap bersemi dan yakinlah Allah akan memberikan kesempatan yang tepat pada waktunya. Lewati dengan terus berjuang, kerja keras dan bersyukur juga berterima kasih atas bantuan begitu banyak orang. Allah akan mengirim orang-orang terbaik untuk memberikan bantuan terbaik-Nya. Saya juga ingin mengucapkan ribuan terima kasih kepada keluarga kecil, keluarga besar, sahabat, abang, ayuk, dan siapa saja yang telah banyak memberikan uluran tangan selama ini. Semoga Allah membalas dengan balasan terbaik di dunia dan di akhirat. Aamiin.##
Penulis adalah Mahasiswa Western Sydney University; tinggal di Sydney, Australia
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS