Pilkada Jambi, Panggung Para Koruptor Diberi Karpet Merah Oleh Penguasa..?

Koruptor, Pilkada, timses

Reporter: Opini | Editor: Admin
Pilkada Jambi, Panggung Para Koruptor Diberi Karpet Merah Oleh Penguasa..?
Ilustrasi, para koruptor jadi tim sukses dalam Pilkada || dokgoogle

Sejatinya momentum sebuah Pilkada ialah forum menemukan pemimpin ideal dengan kapasitas mumpuni. Sosok yang diharapkan mampu mengorganisir pemerintahan yang mengendalikan pembangunan, wadah bertumpunya harapan beragam hajat hidup warga. 

Terlepas dari soal kejujuran tampilan, pemilih sebetulnya meminta para calon pemimpin memperlihatkan wajah - wajah yang ramah pada harapan mereka. Memperlihatkan kejujuran, mau mendengar dan bervisi mulia. Walaupun sebetulnya pemilih juga sadar bahwa mengharapkan hal - hal Itu sebagai komitment, sama artinya tak jera pada berulangnya kekecewaan. Tapi setidaknya dalam tataran percakapan dan sikap, hal itu bisa menggembirakan sebagai sebuah tekad yang mulia pula. 

Baca Juga: FPAPJ Ingatkan : Cakada Bekas Koruptor dan Masih Lidik Korupsinya Serta Potensi Korupsi Balambun, Mundur Saja !!! Hanya Habiskan Materi dan Tenaga

Namun alih - alih menyembunyikan wajah asli dari sorotan negatif, sejumlah politisi kini makin tak malu permisif pada hal - hal tabu. Sebut saja soal isu korupsi misalnya. Kita masih ingat betapa ributnya negara ini ketika ada mantan napi di timses Bobby Nasution pada pikada Kota Medan 2020 silam. Sama ributnya ketika Golkar mengusung Teuku Muhammad Nurlif dan Iqbal Wibisono di pileg 2019 lalu. Mereka mantan napi koruptor. Semua keributan itu senyap tak berujung. Semacam ada konsensus “biarlah anjing menggonggong kafilah tetap berlalu”. Sebuah fenomena abai pada sorotan publik. Atau boleh dibilang arogansi yang mencemeeh keriuhan itu. 

Kini, di Pilkada Jambi fenomena itu ikut pula terjadi. Negeri Melayu yang menjunjung tinggi adab dan nilai kesusilaan, negeri yang dikenal dengan sejarah kesultanan bersendi sara’ yang sarat tuntunan kitabullah. Jangankan pemimpin yang berlaku lacur itu, jelata saja akan dianggap sebagai noda yang akan melekat bahkan pada garis keturunan atau mungkin sekedar komunitasnya. 

Baca Juga: Kotak Kosong, Permisif Koruptor  dan Kekuasaan Diujung Masa

Nilai - nikai itu kian diabaikan. Celakanya, ia dipertontonkan oleh mereka yang mestinya jadi panutan. Dua hari lalu, di Muarasabak, kampung tua muasal sebagian besar generasi pemimpin Jambi, sebuah praktik lacur itu kembali dipertontonkan. Mantan napi korupsi yang terbukti merampok hak rakyat dielu - elukan. diberi singgasana sebagai seorang ketua tim sukses untuk kembali memenangkan calon gubernur yang saat ini masih gubernur Jambi. Pemimpin tertinggi sebuah negeri yang menjadikan adab sebagai kebanggaan. 

Kontradiktif, itulah kalimat halus yang pantas disematkan jika merujuk pada ucapan atau komitmennya membawa Jambi maju dengan identitas ke Melayuannya. 

Sang pemimpin menutup mata dan telinga. Ia tak menggubris rakyat yang risih dengan perilakunya. Sama seperti ia tak perduli pada teriakan rakyat soal kemacetan angkutan batubara. 

Berkelindan dengan itu, juga seorang mantan napi korupsi, mantan gubernur Jambi sebelumnya, juga berada dalam lingkaran kasus yang sama dengan si ketua tim sukses tadi, tampak tak sungkan wara wiri dari kampung ke kampung menjajakan adiknya yang juga ikut terseret di kasus yang menjerat sang kakak. Demi mendapatkan kekuasaan persis di tempat dimana ia dulu mulai berkuasa. Ia macam tak jera, Ia abaikan bahwa posisi itu bisa pula menjerat adiknya. Ia tak jera bahwa kekuasaan itu bisa membuat terpenjara.

Si ketua tim sukses, si mantan kepala daerah mungkin sudah menimbang - nimbang. Benefit dan previlage kekuasaan jauh lebih menggiurkan ketimbang resiko bui . Toh setelah menjalani, terpenjara tidaklah begitu menakutkan apalagi menyengsarakan. Saat keluar orang - orang akan lupa. Dan panggung untuk kembali eksis dan dielukan selalu tersedia. 

Sebegitu rendahkah penalaran kita untuk menemukan calon pemimpin ideal ? Atau setidaknya, calon pemimpin yang paling sedikit keburukannya ? Atau jangan - jangan kita memang sudah pula permisif pada persoalan moral itu ? Jangan - jangan kita memang sudah putus asa mengharapkan kebaikan pada negeri tercinta. Tendensius mungkin, tetapi apalagi yang bisa kita ucapkan saat pemimpin tertinggi negeri ini justeru terlihat bangga membuat laku itu. Semoga negeri Sepucuk Jambi Sembikan Lurah senantiasa dalam lindunganNYA. ( editorial)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Kabar Lainnya

Kabar Lainnya