Kaleidoskop Ekonomi Jambi Tahun 2025

EKONOMI Jambi sepanjang tahun 2025 bergerak dalam lanskap yang stabil melandai, tampak tenang di permukaan, namun menyimpan kerentanan mendasar

Reporter: - | Editor: Ulun Nazmi
Kaleidoskop Ekonomi Jambi Tahun 2025
Noviardi Ferzi || Dok (Ist)

Oleh : Dr.Noviardi Ferzi | Pengamat Ekonomi

EKONOMI Jambi sepanjang tahun 2025 bergerak dalam lanskap yang stabil melandai, tampak tenang di permukaan, namun menyimpan kerentanan mendasar yang tidak banyak berubah dari tahun-tahun sebelumnya. Data BPS menunjukkan bahwa pada tahun 2024 perekonomian Jambi tumbuh 4,51 persen, dengan PDRB mencapai Rp 322,98 triliun dan pendapatan per kapita Rp 86,7 juta.

Baca Juga: Ssssst... Ini Saran Pengamat Agar Haris Bisa Kalahkan Romi

Angka tersebut tampak meyakinkan, namun struktur ekonomi masih bertumpu pada komoditas primer seperti sawit, karet, dan batu bara. Ketergantungan yang sempit ini membuat pertumbuhan mudah terdistorsi oleh fluktuasi harga global dan variabilitas cuaca. Pertumbuhan terjadi, namun belum merata, sehingga kesejahteraan riil masyarakat tidak meningkat dengan cepat pergerakan angka makro.

Memasuki 2025, perekonomian triwulan I Jambi tumbuh 4,55 persen (yoy) dengan PDRB triwulan mencapai Rp 82,20 triliun. Namun sebagian besar pertumbuhan ini ditopang price effect, kenaikan nilai akibat harga komoditas, bukan volume effect atau peningkatan produktivitas. Mesin pertumbuhan masih sama, komoditas dan konsumsi dasar.

Baca Juga: Gelar Pahlawan Nasional untuk Pak Harto

Kerapuhan itu terlihat saat angka triwulan I dibandingkan triwulan IV 2024. Secara kuartalan, perekonomian Jambi mengalami kontraksi -3,75 persen, terutama akibat anjloknya belanja pemerintah sebesar -46,23 persen dan turunnya sektor konstruksi hingga -15,38 persen. Kontraksi sedalam ini mengirimkan pesan tegas bahwa perekonomian Jambi masih terlalu bergantung pada APBD yang pada tahun 2025 tercatat sekitar Rp 5,2 triliun (murni). Begitu belanja masyarakat tersendat pada awal tahun, aktivitas ekonomi langsung menurun. Ketergantungan fiskal semacam ini menunjukkan sektor swasta belum mampu berdiri sebagai penopang mandiri.

Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan tetap menjadi penyangga terbesar dengan kontribusi 34,35 persen dan pertumbuhan 6,57 persen (yoy). Namun posisi dominan ini adalah paradoks, ia merupakan kekuatan sekaligus kelemahan. Pertanian tumbuh karena harga dan musim, bukan karena industrialisasi, teknologi, atau ekspansi nilai tambah. Selama komoditas mentah menjadi tulang punggung, perekonomian akan tumbuh, tetapi sulit naik kelas.

Baca Juga: Pelabuhan Peti Kemas, Butuh Dukungan Produksi dan Hilirisasi, Tanpa Itu Hanya Mimpi

Konsumsi rumah tangga pada triwulan I tumbuh 4,90 persen, menandakan daya beli relatif terjaga. Namun pertumbuhan ini lebih dipicu oleh kebutuhan pokok, bukan ekspansi kelas menengah. Dengan rantai pasok pangan yang panjang, sedikit tekanan inflasi dapat langsung menekan konsumsi. Sepanjang tahun 2025, inflasi Jambi berada pada kisaran 2,7–3,1 persen, atau relatif terkendali, namun struktur belanja yang sensitif tetap menjadi risiko utama terutama bagi kelompok rentan.

Memasuki triwulan II, perekonomian Jambi tumbuh 4,99 persen (yoy) dengan PDRB mencapai Rp 87,25 triliun. Angka yang hampir menyentuh 5 persen ini tampak mengesankan, namun pola pertumbuhan tetap berulang, komoditas primer dan konsumsi domestik menjadi tulang punggung, sementara sektor industri pengolahan dan jasa modern belum mengambil alih peran motor utama. Pertumbuhan ekonomi masih bersifat ekstensif, belum masuk fase intensifikasi berbasis produktivitas.

Sektor modern seperti transportasi, pergudangan, serta informasi dan komunikasi memang tumbuh dengan cepat, merefleksikan geliat awal transformasi ekonomi. Namun kontribusinya terhadap PDRB masih kecil sehingga tidak mampu mengubah wajah ekonomi secara struktural. Tanpa dorongan kebijakan hilirisasi, industrialisasi, dan modernisasi logistik, sektor-sektor modern tersebut hanya menjadi pelengkap kosmetik, bukan gravitasi ekonomi baru.

Dari sisi kesejahteraan, tantangan fundamental tetap menggantung. Pada tahun 2025, tingkat kemiskinan di Jambi masih berada pada kisaran 4–4,3 persen, menunjukkan pasar kerja belum cukup kuat menyerap angkatan kerja baru, terutama dari sektor pendidikan menengah. Tingkat kemiskinan bertahan sekitar 7,7–8 persen, hanya turun tipis dibandingkan tahun sebelumnya—penanda bahwa pertumbuhan ekonomi belum cukup inklusif untuk menggerakkan pergerakan sosial secara signifikan.

Jika dirangkum, potret ekonomi Jambi 2025 dapat digambarkan sebagai angka yang stabil, tetapi rapuh pada struktur. Pertumbuhan komoditas yang masih lemah, APBD tetap menjadi jangkar yang rapuh, konsumsi rumah tangga stabil tetapi inflasi sensitif; sektor modern tumbuh namun belum signifikan, dan indikator kesejahteraan membaik tetapi lambat. Transformasi ekonomi yang seharusnya menjadi agenda utama justru bergerak pelan.

Pelajaran penting dari tahun 2025 adalah bahwa perekonomian Jambi masih lebih banyak mengikuti arus daripada membentuk arusnya sendiri. Tanpa percepatan hilirisasi komoditas, diversifikasi ekonomi, penguatan pengolahan industri, reformasi logistik, dan disiplin fiskal jangka panjang, Jambi akan terus berada dalam siklus lama: pertumbuhan terlihat, tetapi fondasinya belum kokoh.

Dengan demikian, tahun 2025 bukan hanya tahun pertumbuhan, melainkan tahun pengingat bahwa waktu untuk membangun basis ekonomi baru semakin sempit. Jika tidak dilakukan perubahan struktural, Jambi akan terus bergerak, namun tidak pernah benar-benar melangkah mantap dan tangguh menatap masa depan. ***

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Kabar Lainnya

Kabar Lainnya