Pengalaman ini tidak hanya membuat Meutya lebih dikenal publik, tetapi juga menunjukkan ketangguhannya sebagai seorang jurnalis yang berani mengambil risiko untuk menghadirkan berita dari zona konflik. Pasca dibebaskan, Meutya menulis buku berjudul "168 Jam dalam Sandera: Memoar Seorang Jurnalis yang Disandera di Irak", yang menjadi saksi bisu perjuangannya sebagai jurnalis lapangan.
Dedikasi dan keberaniannya dalam dunia jurnalistik mengantarkan Meutya meraih berbagai penghargaan bergengsi, antara lain Elizabeth O'Neil Award dari Pemerintah Australia (2007), Young Inspiring People dari Hardrock FM (2008), dan Penghargaan untuk Bidang Jurnalis dari Australian Alumnae (2008). Meutya juga terpilih sebagai salah satu dari lima Tokoh Pers Inspiratif Indonesia versi Mizan (2012), bersama nama-nama besar seperti Tirto Adhi Soerjo, Goenawan Mohamad, Rosihan Anwar, dan Andy F. Noya.
Transformasi dari Jurnalis ke Politisi
Pengalaman penyanderaan di Irak menjadi titik balik yang memengaruhi pandangan Meutya terhadap politik dan kebijakan luar negeri. Tak lama setelah itu, pada tahun 2009, Meutya memutuskan untuk terjun ke dunia politik dengan bergabung ke Partai Golkar. Keputusan ini menandai dimulainya babak baru dalam perjalanan kariernya.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS