OJK Nilai Sektor Jasa Keuangan Terjaga Stabil

OJK Nilai Sektor Jasa Keuangan Terjaga Stabil

Reporter: AM | Editor: Ahmad Muzir
OJK Nilai Sektor Jasa Keuangan Terjaga Stabil
Penyampaian hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan atau OJK pada Senin, 10 Juni 2024.  foto: OJK

KABAR18.COM- Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan atau OJK pada 29 Mei 2024 menilai sektor jasa keuangan terjaga stabil yang didukung oleh tingkat permodalan yang kuat dan likuiditas memadai di tengah ketidakpastian global akibat masih tingginya tensi geopolitik, potensi meluasnya perang dagang, serta kinerja perekonomian global yang masih di bawah ekspektasi.

"Tensi perang dagang kembali meningkat akibat kenaikan tarif Amerika Serikat dan beberapa negara Amerika Latin terhadap produk Tiongkok, baik produk green technology maupun besi-baja," kata Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar dalam rilisnya pada Selasa, 11 Juni 2024.

Baca Juga: OJK Fokus Penguatan Pengawasan dan Penyelesaian Kasus di IKNB

Pengenaan tarif ini menurutnya berisiko memperluas perang dagang mengingat Tiongkok adalah mitra dagang utama dan salah satu investor terbesar di Kawasan Amerika Latin.

"Di AS, tekanan inflasi kembali mereda di tengah moderasi pasar tenaga kerja dan kinerja sektor riil," katanya.

Baca Juga: OJK Dorong Pengembangan UMKM sebagai Pertumbuhan Ekonomi Baru Daerah

Hal ini menurut Mahendra mendorong meredanya tekanan di pasar keuangan global setelah pasar kembali berekspektasi penurunan Fed Fund Rate sebanyak dua kali di akhir tahun 2024.

"Sementara itu, otoritas moneter di Eropa diekspektasikan akan lebih akomodatif untuk mendorong perekonomian yang lemah di tengah tingkat inflasi yang terus mereda. Pasar mengekspektasikan penurunan suku bunga pada Juni dan tiga kali  pemotongan di 2024," bebernya.

Baca Juga: Dian Ediana Rae Ditetapkan sebagai Anggota Dewan Komisioner Lps Ex-Officio OJK

Di Tiongkok, lanjutnya, menyikapi indikasi masih lemahnya kinerja perekonomian, Pemerintah menerbitkan insentif fiskal yang cukup agresif yang dibiayai oleh penerbitan special long-term bond sebesar CNY 1 triliun atau sekitar USD138 miliar, penerbitan ke-4 sepanjang sejarah setelah diterbitkan pada 1998 yakni Asian Financial Crisis, 2008 yakni Global Financial Crisis, dan 2020 ketika pandemi. 

"Bank sentral juga akomodatif dengan menyuntikkan likuiditas ke sistem keuangan dan peluncuran beberapa kebijakan untuk mendorong pembiayaan di sektor properti," bebernya.

Sejalan dengan Tiongkok, lanjut Mahendra, Pemerintah dan Bank Sentral India juga melakukan buyback surat utang jangka panjang dan pendek untuk meningkatkan likuiditas di pasar dan menurunkan yield.

Di perekonomian domestik, disebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Q1 2024 lebih tinggi dari ekspektasi pasar didorong oleh pengeluaran pemerintah dan Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga atau LNPRT sejalan dengan periode Pemilu, kebijakan kenaikan gaji dan pembayaran THR PNS/Pensiunan, serta periode Ramadhan/lebaran.

"Namun demikian, indikator perekonomian di awal Q2 2024 menunjukkan moderasi pertumbuhan khususnya data-data terkait permintaan masyarakat dan kinerja sektor yang terkait komoditas," tuturnya. (***)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Kabar Lainnya

Kabar Lainnya