AJI Jambi Gelar Pelatihan Mis-Disinformasi Pemilu

AJI Jambi Gelar Pelatihan Mis-Disinformasi Pemilu

Reporter: AM | Editor: Ahmad Muzir
AJI Jambi Gelar Pelatihan Mis-Disinformasi Pemilu
Pelatihan Mis-Disinformasi Pemilu di Rumah Kito Resort Hotel Jambi, Sabtu ( 17/6/2023). (Foto: AJI Jambi)

JAMBI,KABAR18.COM-Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Provinsi Jambi  berkolaborasi dengan Google News Initiatif  (GNI) menggelar Pelatihan Mis-Disinformasi Pemilu kepada 26 orang jurnalis di Provinsi Jambi.

Pelatihan dari dua orang trainer terverifikasi GNI Syifaul Aripin dan Nurika Manan, Trainer Terverifikasinya GNI dan juga pengurus AJI Pusat itu,  berlangsung dua hari mulai tanggal 17-28 Juni 2023 di Rumah Kito Resort Hotel Jambi.

Sekretaris AJI Jambi Gresi Plasmanto, saat membuka rangkaian pelatihan ini, Sabtu (17/6/2023) mengatakan, dipilihnya AJI Jambi untuk menggelar training ini karena Jambi masuk kategori daerah rawan berdasarkan data Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) versi Bawaslu.

"Jurnalis punya peran yang sangat penting dalam menangkal gangguan informasi yang semakin rawan ketika memasuki momen politik," kata Gresi dalam sambutannya.

Dia bilang gangguan informasi, hoaks yang beredar di tengah-tengah masyarakat acap kali menjadi masalah di tahun-tahun politik. Sehingga, jurnalis media massa mainstream bisa menghalau atau meminimalisir gangguan informasi. 

Pelatihan Mis-Disinformasi Pemilu di Rumah Kito Resort Hotel Jambi, Sabtu ( 17/6/2023). (Foto: AJI Jambi)
Pelatihan Mis-Disinformasi Pemilu di Rumah Kito Resort Hotel Jambi, Sabtu ( 17/6/2023). (Foto: AJI Jambi)

"Semua kita tahu hoaks dan gangguan informasi ini berdampak negatif, ada polarisasi, SARA dan lainnya, ini yang harus kita halau," kata Gresi.

Untuk meminimalisir gangguan informasi (Mis-Disinformasi dan Malinformasi), kata dia, jurnalis dituntut untuk benar-benar ketat dalam memverifikasi setiap informasi yang beredar di media sosial, maupun di media partisan.

Training ini sambung Gresi, bertujuan untuk meningkatkan pemahaman peserta tentang pencegahan penyebaran mis-disinformasi pemilu 2024. Dalam training ini para peserta mempelajari tentang tantangan mis-disinformasi pemilu 2024, polarisasi politik, mengenali model serta bentuk gangguan informasi dan kampanye negatif serta kampanye hitam dan malpraktek pemilu.

"Kami berharap kepada kawan-kawan jurnalis setelah mengikuti pelatihan bisa menyebarluaskan ilmu yang telah didapatkannya ke ruang redaksi masing-masing, dan tentu mengaplikasikan dalam pekerjaan kita sehari-hari," ucap Gresi.


Sementara itu, Zainul, jurnalis Jambi One salah satu peserta dalam pelatihan ini mengakui, bahwa pelatihan yang gelar AJI Jambi ini sangat berguna. Dia yakin hal ini akan membawa banyak manfaat bagi profesi jurnalis yang banyak bersingunggan dengan informasi. 


"Pelatihan ini sangat bermanfaat dan semoga ke depannya diadakan terus dengan tema yang berbeda," ujar Zainul.


Nurika Manan dalam materinya menyampaikan, ada  tiga tipe gangguan informasi diantaranya misinformasi, disinformasi dan malinformasi. Ia menjelaskan, misinformasi adalah informasi yang disebarkan salah, tetapi orang yang membagikan percaya bahwa informasi itu benar. Disinformasi adalah informasi yang salah yang sengaja disebarkan dengan tujuan tertentu.

Sedangkan malinformasi adalah informasi yang penyajiannya dikemas sedemikian rupa untuk melakukan tindakan yang merugikan bagi pihak lain atau kondisi tertentu, ketimbang berorientasi pada kepentingan publik.


"Gangguan-gangguan informasi tersebut bisa memengaruhi keputusan warga negara dalam menentukan pilihannya di bilik suara pada pemilu mendatang," kata Nurika 


Menurutnya, gangguan informasi masih akan digunakan pada saat pemilu 2024. Pada pemilu 2014 gangguan informasi dilakukan dengan cara mengubah persepsi masyarakat terhadap kandidat tertentu dan mengubah pikiran publik serta masih banyak lagi contoh lainnya.


"Riset KPU Jawa Tengah  haoks terbanyak terkait rekayasa kecurangan oleh KPU," sebutnya.

Ia juga menjelaskan, ada empat motif gangguan informasi diantaranya, finansial, politik, sosial dan psikologis.

"Dalam kontek pemilu kempat motif diatas menjadi dasar penyebaran gangguan informasi dalam kontestasi," jelasnya.


Sementara model gangguan informasi  bisa berupa teks, foto yang disunting, foto dengan keterangan palsu, video yang disunting dengan pengisi suara palsu, video yang dipotong-potong, video dengan caption palsu, berita lama yang disebarkan lagi, duar ulang isi lama, channel politik dengan konten hoaks.

Syaiful Arifin selaku trainer mengatakan saat ini telah dirasakan tsunami ketidakjelasan informasi terkait Pemilu. Terutama menyasar Whatsapp group (WAG).

“Potongan-potongan video yang digabungkan seenaknya telah mengisi hari-hari kita dengan ketidakjelasan informasi politik,” katanya.

Dimulai dari isu-isu yang terkesan mengada-ada terkait orang yang bakal mencalonkan diri menjadi presiden, hingga polarisasi dan ujaran kebencian.

“Ini menjadi saat yang penting bagi media massa, yang adalah bagian dari empat pilar demokrasi, untuk mengawal demokrasi di tahun politik ini” katanya.(***)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Kabar Lainnya

Kabar Lainnya