Oleh: Nadia Izzati
(Mahasiswa Magister Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas)
Sitinjau Lauik selama ini menjadi simbol ketegangan di jalur Padang Solok. Tikungan tajam, tanjakan ekstrem, serta rentetan kecelakaan membuat kawasan ini menjadi salah satu titik paling berbahaya di Sumatera Barat. Pembangunan Flyover Sitinjau Lauik akhirnya menghadirkan titik balik.
Baca Juga: Karhutla Dan Pentingnya Pemanfaatan Data Tinggi Muka Air Tanah
Proyek yang menelan biaya hingga Rp 2,793 triliun ini bukan sekadar upaya teknis untuk menaklukkan medan berat, tetapi juga strategi besar untuk memperbaiki konektivitas serta memperkuat fondasi ekonomi daerah.
Setiap tiang yang berdiri mencerminkan keberanian negara mengambil peran ketika risiko terlalu besar bagi sektor swasta. Pada situasi seperti ini, belanja publik menjadi instrumen yang tidak bisa dihindari sejalan dengan pemikiran John Maynard Keynes, yang menegaskan bahwa pemerintah harus meningkatkan pengeluaran ketika mekanisme pasar tidak mampu menyediakan investasi yang dibutuhkan.
Baca Juga: Pemilu Sistem Proporsional Tertutup atau Terbuka?
Flyover ini berfungsi sebagai stimulus ekonomi yang menggerakkan permintaan agregat, membuka lapangan kerja, serta menghadirkan efek pengganda bagi berbagai sektor di Sumatera Barat.
Belanja Publik sebagai Pemicu Ekonomi Daerah
Baca Juga: OJK Raih Opini WTP dari BPK RI untuk Laporan Keuangan OJK Tahun 2022
Proyek besar seperti Flyover Sitinjau Lauik menciptakan denyut ekonomi yang terasa langsung.
Pekerja konstruksi, sopir truk, pemasok semen, produsen baja, hingga pedagang kecil di sekitar lokasi proyek merasakan peningkatan pendapatan.
Perputaran uang tersebut memperkuat konsumsi masyarakat, sesuai dengan prinsip multiplier effect dalam teori Keynesian.
Setelah pembangunan selesai, manfaat ekonominya tetap berlanjut:
Arus distribusi barang lebih cepat dan murah
Biaya logistik menurun
Risiko kecelakaan berkurang drastis
Petani di Solok, pedagang di Padang, pelaku UMKM, dan sektor pariwisata akan merasakan dampaknya. Infrastruktur ini menjadi katalis pertumbuhan ekonomi yang lebih merata dan produktif.
Menempatkan Proyek pada Kerangka Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan menekankan tiga pilar utama: ekonomi, sosial, dan lingkungan. Flyover Sitinjau Lauik menyentuh seluruh aspek tersebut.
1. Pilar Ekonomi
Terlihat dari peningkatan efisiensi transportasi dan pengurangan biaya distribusi di jalur Padang–Solok sebagai simpul perdagangan penting.
2. Pilar Sosial
Jalur pembangunan melibatkan pembebasan lahan, termasuk tanah ulayat. Dalam budaya Minangkabau, tanah adalah identitas komunal. Karena itu, pelibatan ninik mamak, lembaga adat, dan masyarakat lokal menjadi kunci agar proyek memiliki legitimasi sosial.
Pembangunan hanya benar-benar berhasil jika manfaatnya dirasakan warga, bukan sekadar terlihat di laporan pemerintah.
3. Pilar Lingkungan
Proyek berada di kawasan perbukitan dan wilayah hutan lindung yang memiliki fungsi ekologis penting.
Rekayasa geoteknik, pengawasan AMDAL, dan reboisasi harus dilakukan konsisten untuk menghindari risiko longsor dan kerusakan lingkungan. Kegagalan menjaga ekologi dapat menciptakan biaya sosial yang jauh lebih besar.
Jika ketiga pilar berjalan seimbang, proyek bukan hanya menjawab kebutuhan saat ini, tetapi juga menjadi investasi jangka panjang bagi generasi berikutnya.
Integrasi Keynesian dan Keberlanjutan
Flyover Sitinjau Lauik membuktikan bahwa stimulus ekonomi berbasis belanja negara dapat dipadukan dengan prinsip keberlanjutan. Pendekatan ini dikenal sebagai green Keynesianism: belanja publik yang tidak hanya menggerakkan ekonomi, tetapi juga memperhatikan lingkungan, sosial, dan tata kelola.
Implementasinya dapat melalui:
Penguatan UMKM lokal dalam rantai pasok proyek
Sistem transportasi yang lebih efisien energi
Mekanisme pemantauan sosial–lingkungan yang transparan
Dengan demikian, kebijakan fiskal tidak hanya mencetak pertumbuhan jangka pendek, tetapi juga membentuk pembangunan yang lebih tangguh.
Tata Kelola dan Transparansi
Proyek bernilai besar membutuhkan tata kelola yang bersih.
Transparansi informasi, audit internal dan eksternal, serta pelibatan masyarakat sipil wajib dilakukan agar penggunaan anggaran benar-benar menjawab kebutuhan publik.
Kepercayaan masyarakat tidak dibangun oleh beton, melainkan oleh integritas.
Penutup
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat melalui pembangunan Flyover Sitinjau Lauik menunjukkan bahwa belanja publik mampu menggerakkan ekonomi dan memperkuat konektivitas daerah.
Proyek ini menghadirkan manfaat jangka panjang bagi masyarakat, sekaligus menguji kemampuan negara menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, keadilan sosial, dan kelestarian lingkungan.
Jika dikelola konsisten dengan prinsip Keynesian dan pembangunan berkelanjutan, flyover ini bukan hanya mempermudah perjalanan, tetapi juga membuka jalan menuju masa depan yang lebih aman, inklusif, dan tangguh bagi Ranah Minang.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS