Penulis : Doddi Irawan
TANGGAL 31 Juli 2025. Saya ingat betul hari itu. Bukan karena ada seremoni besar, atau tepuk tangan meriah. Hari itu titik akhir dari masa bakti saya sebagai Ketua Pengurus Daerah Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Provinsi Jambi.
Baca Juga: Karhutla Dan Pentingnya Pemanfaatan Data Tinggi Muka Air Tanah
Lima tahun sudah berlalu, sejak saya pertama kali didaulat memimpin organisasi ini. Periode 2020–2025. Jujur saja, saya menyebutnya indah. Setidaknya indah bagi saya pribadi.
Kenapa indah? Karena selama lima tahun itu tak ada gejolak berarti di tubuh JMSI Jambi. Organisasi yang menjadi rumah bagi para pemilik media online ini berjalan tenang.
Baca Juga: Pemilu Sistem Proporsional Tertutup atau Terbuka?
Kalau pun ada riak-riak kecil, itu lebih ke urusan pribadi antar anggota. Bukan soal organisasi. Buat saya, itu bukan masalah besar.
Hampir semua anggota JMSI Jambi adalah anak muda. Usia mereka di bawah 40 tahun. Energi mereka meluap-luap, ego kadang tinggi, emosi pun tak jarang meledak.
Baca Juga: OJK Raih Opini WTP dari BPK RI untuk Laporan Keuangan OJK Tahun 2022
Tapi, justru itu yang bikin suasana hidup. Saya yang saat itu berusia 48 tahun, merasa seperti kembali ke usia 30-an.
Kami terkadang nongkrong bareng di kafe pinggiran, ngopi sambil ngobrol soal media, website, pembaca, bahkan pajak.
Seru!
Yang paling saya suka, anak-anak muda ini mau berbagi. Mereka tak pelit ilmu. Yang belum paham, dibimbing. Yang kesulitan, dibantu.
Ada semangat kolektif yang tumbuh, meski kami tak begitu sering berkumpul. Itu buat saya adalah bentuk solidaritas yang tak bisa dibeli.
Tapi jangan salah. Di balik cerita ringan itu, ada suka duka yang tak bisa diabaikan. Menjadi ketua organisasi bukan cuma soal jabatan dan tanda tangan.
Ada tanggung jawab besar yang harus dipikul. Yang paling berat, tentu saja soal dana.
Minimnya kegiatan bukan karena kami malas atau tak punya ide. Saya sendiri pernah jadi pengurus di organisasi yang lebih besar, Juga terlibat dalam event skala nasional.
Tapi, di JMSI Jambi, semuanya kembali ke satu kata, dana. Tanpa dana, ide hanya tinggal wacana.
Sumber pendapatan organisasi? Nihil. Mau iuran anggota? Tak seberapa. Satu-satunya jalan adalah proposal. Minta sana, minta sini.
Tapi saya pribadi enggan menjadikan JMSI sebagai organisasi yang dikenal suka minta-minta. Saya ingin menjaga marwahnya.
Proposal hanya kami buat di momen yang benar-benar penting. Itu pun satu dua kali saja. Bukan berarti tidak pernah. Tidak munafik juga.
Idealnya, organisasi seperti JMSI punya sumber pendapatan tetap. Seperti partai politik yang dapat sokongan dari kadernya di parlemen atau kepala daerah.
Namun, JMSI bukan partai. JMSI adalah kumpulan media independen yang berjuang di tengah keterbatasan.
Meski begitu, saya tak pernah menyesal. Lima tahun memimpin JMSI Jambi adalah pengalaman luar biasa. Saya belajar banyak.
Belajar tentang kepemimpinan, kesabaran, dan bagaimana menjaga semangat di tengah keterbatasan. Ada rasa bangga, ada juga lelah. Tapi semuanya terasa sepadan.
Kini tongkat estafet saya serahkan. Kepada pengurus baru, saya hanya ingin bilang, jangan takut, jangan gentar.
Memimpin organisasi bukan soal punya segalanya, tapi soal bagaimana menggerakkan yang ada. Jangan terlalu larut dalam kekurangan, tapi fokuslah pada potensi.
Tantangan akan selalu ada. Tapi semangat harus tetap menyala. JMSI bukan hanya soal media, tapi soal bagaimana menjaga suara publik tetap hidup.
Selamat bertugas, pengurus baru. Jangan panggil saya ketua lagi. Tapi kalau dibutuhkan sekadar untuk teman ngopi dan cerita, saya selalu ada. JMSI tetap di dada. ***
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS