Beberapa lembaga seperti Badan Restorasi Gambut (BRG) dan Korea-Indonesia Forest Centre (KIFC) menjadi sponsor atau pemberi dana pemasangan alat ini di berbagai tempat di Sumatra. Perusahaan perkebunan sawit yang areal perkebunannya pernah terbakar, mendapat sanksi KLHK dan masuk program pemulihan lahan bekas terbakar telah memasang alat ini. Beberapa alat pengukur TMAT sebelumnya dipasang di Hutan Lindung Gambut Londerang, Tanjung Jabung Timur namun terbakar pada 2019 lalu.
Melihat luasnya lahan gambut yang harus dijaga, diperlukan banyak alat pengukur TMAT. Sayangnya biaya pembelian alatnya cukup mahal (1 unit alat kisaran harganya Rp 80 juta sampai Rp 100 juta).
Baca Juga: Danrem Ajak Semua Pihak Aktif Tanggulangi Kebakaran Hutan dan Lahan
Mempertimbangkan hal tersebut, prioritas pemasangan alat di area penggunaan lain (APL) yang pernah terbakar. Beberapa alat juga dipasang di dekat sekat kanal. Selain sebagai early warning system karhutla, tujuannya juga untuk melihat kemajuan program pembasahan lahan (rewetting) yang merupakan manfaat harapan dari pembangunan sekat kanal dan melakukan intervensi tata kelola air di lahan gambut.
Baca Juga: Pemilu Sistem Proporsional Tertutup atau Terbuka?
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS