Sebelum itu, durasi waktu untuk suami istri “bergaul”, hanya terbatas dari Maghrib sampai Isya. Hanya sekitar satu jam, atau setara dengan durasi umumnya sinetron, yaitu sekitar 48 menit ditambah 12 menit commercial break atau iklan. Bisa dibayangkan bagaimana repotnya seandainya ketentuan dulu itu masih berlaku sekarang. Istilah orang Jakarta, boro-boro dosanya hapus, malah tiap tahun bisa nombok.
Keistimewan lainnya, kitab suci Al Quran, yang menjadi tuntunan perilaku hidup umat diturunkan pada tujuh belas Ramadhan. Silakan saja berpuasa di luar bulan itu, atau misalnya mau berpuasa di bulan- bulan lain di luar Ramadhan. Namun, asal tahu saja, yang mendapatkan “perhitungan” dan voucher- voucher pahala yang berlimpah hanya puasa di bulan Ramadhan saja. Hanya di bulan Ramadhan itulah puasa diwajibkan.
Baca Juga: Covid19 Melonjak, Presiden Hadiri HPN di Kendari Secara Daring
Wajib Silaturahim
Mengapa Ramadhan disebut bulan berkah, karena itulah antara lain keistimewaannya. Nama lainnya, “penghulu” bulan. Bulan ampunan. Tuhan menjanjikan akan mengampuni dan menghapus dosa-dosa umatnya. “Diputihkan” menurut istilah sekarang. Kecuali yang keterlaluan, seperti menutup akses silaturahmi dengan sesama. Atau tidak bersedia memaafkan kesalahan orang dekat.
Baca Juga: 12 Ketentuan Penyelenggaraan Ibadah Ramadan dan Idul Fitri 2022
Hal ini menarik diuraikan sedikit. Walaupun umat telah menjalani hampir semua perintah Allah SWT, dan menghindari hampir semua yang ditentangNya, masih bakal terhalangi oleh sikap yang tak membuka pintu maaf pada sesama. Logikanya sederhana saja, Tuhan saja mau memaafkan kesalahan sebesar apapun yang dilakukan hambaNya. Bagaimana pula ceritanya manusia tidak memaafkan perbuatan sesama.
Baca Juga: Susi Air Show Pangandaran Tahun 2022, Keren Habis… Sampai Jumpa 2023
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS