KABAR18.COM — Pagi itu, Rabu 20 Agustus 2025, Desa Air Hitam Laut, Kecamatan Sadu, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi, riuh. Sejak subuh, warga sudah berdatangan.
Sebagian warga menyeberang sungai dengan perahu kecil. Sebagian lagi berjalan kaki melewati jalur darat. Tujuan mereka sama, menghadiri prosesi adat Mandi Shafar, tradisi turun-temurun yang dipercaya untum menolak bala dan doa bersama untuk keselamatan.
Baca Juga: Pengusungnya Pada 2015, Dilla Hich Sebut Gerindra Sahabat Perjuangan
Di antara kerumunan, tampak Bupati Tanjung Jabung Timur, Hj. Dillah Hikmah Sari, dan Wakil Bupati Muslimin Tanja. Kehadiran kepala daerah ini memberi makna khusus bagi masyarakat.
Dillah dan Muslimin menunjukkan bahwa budaya tidak hanya berupa ritual-ritual kepercayaan, tetapi juga tradisi yang perlu dijaga dan dilestarikan.
Baca Juga: Elektabilitas Tertinggi, Dilla Hich Masih Simpan Nama Calon Wakil
Mandi Shafar bukan sekadar mandi massal di laut. Ada rangkaian prosesi yang penuh simbol. Salah satunya pemasangan daun doa.
Daun yang telah dirapal doa itu dipasang di tempat tertentu, diyakini sebagai media untuk membawa harapan, keselamatan, dan kesehatan bagi warga.
Tak berhenti di situ, puncak acara ditandai dengan pelepasan rakit menara ke laut. Rakit dihias dengan penuh ornamen dilepas perlahan, terbawa ombak menuju lepas pantai.
Bagi masyarakat pesisir, laut adalah sahabat, sekaligus tantangan. Dengan melepas rakit menara, mereka seolah-olah menyampaikan doa kepada penguasa laut, semoga terlindungi dari bahaya dan diberi hasil penangkapan yang banyak.
Bupati Dillah terlihat khidmat mengikuti rangkaian acara. Dillah menyapa warga dan berbincang dengan para tetua adat. Dillah menyampaikan bahwa tradisi ini adalah bagian dari kekayaan budaya yang harus terus dijaga.
Wakil Bupati Muslimin Tanja juga terlibat dalam prosesi tersebut, bahkan ikut membantu saat menara dirakit dan dilepas ke laut.
Di balik nuansa agama dan budaya, Mandi Shafar memberikan dampak ekonomi yang nyata. Sejak sehari sebelum acara, jalur menuju Desa Air Hitam Laut dipadati pedagang kaki lima, penjual kuliner khas pesisir, hingga penyedia jasa transportasi perahu.
Warung kopi sederhana yang biasanya sepi, mendadak penuh. Penjual kerupuk ikan dan olahan laut laris manis. Bahkan, anak-anak muda memanfaatkan momen ini untuk menjajakan suvenir sederhana, seperti gantungan kunci bergambar rakit menara.
“Alhamdulillah, setiap tahun ada acara ini, jualan kami pasti laku. Kadang bisa tiga kali lipat dari hari biasa,” kata seorang pedagang makanan ringan.
Perekonomian lokal bergerak, silaturahmi masyarakat terjalin, dan tradisi adat tetap hidup. Inilah harmoni yang membuat Mandi Shafar lebih dari sekadar ritual. Tradisi ini adalah ruang kebersamaan yang menghidupkan denyut pesisir Tanjung Jabung Timur.
Bagi masyarakat pesisir Sadu, Mandi Shafar bukan hanya milik orang tua. Generasi muda pun dilibatkan, sebagai peserta maupun pengisi acara kesenian. Para pelajar, karang taruna, sampai mahasiswa yang pulang kampung, semuanya turut serta terlibat.
Bupati Dillah menekankan, pelestarian tradisi seperti Mandi Shafar harus berjalan seiring dengan pembangunan daerah. Tanjung Jabung Timur punya banyak kekayaan budaya. Jika dikelola dengan baik, Mandi Shafar akan menjadi agenda wisata tahunan yang memberi manfaat lebih luas.
Dengan dukungan pemerintah, ritual yang dulu hanya sebatas adat lokal, kini perlahan dilirik sebagai daya tarik budaya dan wisata. Ini memberi kesempatan yang lebih luas, tidak hanya untuk melindungi warisan dari nenek moyang, tetapi juga memperkuat kondisi ekonomi masyarakat.
Di tengah arus modernisasi yang sering kali membuat tradisi budaya perlahan pudar, Mandi Shafar di Tanjung Jabung Timur masih berdiri kokoh.
Prosesi daun doa dan pelepasan rakit menara ke laut bukan hanya simbol penolak bala, tapi juga tanda masyarakat pesisir masih erat berpegang pada warisan leluhur.
Kehadiran Bupati Dillah Hikmah Sari dan Wakil Bupati Muslimin Tanja dalam acara tahun ini memberikan kesan yang berbeda. Adanya pemimpin bersama masyarakat dalam sebuah ritual budaya menunjukkan bahwa pemerintah dan masyarakat bisa berjalan bersama sambil menjaga identitas daerah.
Mandi Shafar dengan segala keunikan dan dampaknya, bukan hanya cerita tentang laut dan doa. Tapi cermin kebersamaan, ruang silaturahmi, sekaligus penggerak ekonomi. Sebuah warisan yang tak hanya dijaga, tapi juga terus dirayakan sebagai kebanggaan Tanjung Jabung Timur. ***
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS