Ketua Dewan Kehormatan, bahkan ada ketua umum yang tidak mau berbicara dengan ketua Dewan Kehormatan. Ada pula ketua umum yang tidak pernah memperbolehkan sekjen melaksanakan tugas apapun. Ada ketua Dewan Kehormatan yang tidak memuat keputusan apapun, dan seterusnya dan seterusnya.
Kini semua pihak memiliki kesadaran bahwa komunukasi merupakan hal penting. Betapa pun ada perbedaan, tetap perlu komunikasi. Perlu silahturahmi. Sekali pertemuan, tidak selesai. Tak apa. Lanjutkan lagi. Dua kali bertemu belum ada tanda-tanda ada solusi pun tak apa. Dapat dilakukan komunikasi sampai ada titik temu. Seterusnya sampai suatu saat komunikasi dan silahturahmi bakal membuahkan hasil. Dan itulah yang terjadi pada kasus ini. Lantaran semua pihak masih mau berkomunikasi, bersilahturahmi, penyelesaian dapat terjadi.
3. Dari kasus ini kita juga dapat pelajaran, posisi ketua umum PWI merupakan jabatan yang penting. Ketua umum PWI adalah pemegang jabatan eksekutif tertinggi. Pengaruhnya luas. Gerak geriknya menjadi sorotan. Dalam hal ini ketua umum tak sekedar diminta menjalankan kewenangannya, tapi juga perlu memperhatikan berbagai pendapat dan suasana kebatinan para pemangku kepentingan lainnya. Tidak bisa jalan sendiri atau hanya dengan kelompoknya. Pasti hasilnya akan lebih parah karena hanya menyenanfkan segelintir orang dikelompoknya. Tidak boleh bersikap pokoknya “ini wewenang gue,” tapi juga harus bijaksana dalam mengambil keputusan. Begitu juga dalam mencari dan menempatkan personal perlu arif bijaksana. Tidak hanya menempatkan orang asal bapak senang, sedangkan yang bersikap kritis disingkirkan. Hanya sikap dewasa, arif bijaksana begitu organisasi dapat berjalan dengan mulus.
Baca Juga: Kenapa Publisher Right Platform Digital Sepatutnya Ditolak Masyarakat Pers?
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS