KOTAJAMBI, KABAR18.COM - Adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah. Artinya, segala perbuatan hendaknya selalu berpedoman pada aturan adat dan agama. Tidak bertentangan satu dengan lainnya.
Dasar inilah Lembaga Adat Melayu Jambi (LAMJ) Provinsi Jambi meninjau ulang tanggal Hari Adat Melayu Jambi. Sebelumnya, Hari Adat Melayu Jambi ditetapkan tanggal 2 Juli.
Baca Juga: Sempat Vakum, Akhirnya Pengurus PMI Batanghari Dibentuk Lagi dan Dilantik
Ketua Umum LAMJ Provinsi Jambi, Datuk Haji Hasan Basri Agus (HBA) Temenggung Putro Joyodiningrat, mengakui penetapan tanggal 2 Juli tersebut perlu dikaji lagi.
Awalnya, Hari Adat Melayu Jambi mengacu pada musyawarah adat di Bukit Siguntang, sebuah wilayah di Kabupaten Tebo.
Baca Juga: LAM Jambi dan Bawaslu Jalin Kerja Sama Hadapi Pemilu 2024
Rapat yang diyakini pada tanggal 2 Juli itu dipimpin oleh Datuk Orang Kayo Hitam. Rapat itu juga dihadiri oleh tamu dari Sumatra Barat dan daerah tetangga lainnya.
Setelah dianalisa dan dipelajari kembali oleh para pakar sejarah, ternyata rapat saat itu bukan membicarakan penetapan adat, tapi soal tapal batas antara Jambi dan Sumatra Barat, serta provinsi lainnya.
Baca Juga: Irjen Pol Rusdi Hartono Diangkat sebagai Pembina LAM Jambi
Dari tambo-tambo adat dan buku karangan Singadilego, tiga orang pakar sejarah dari Universitas Jambi (Unja) dan Universitas Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin, Jambi, menggelar seminar.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS