Malah, yang terjadi kemudian adalah "dispute" berkepanjangan.
Sampai akhirnya, tahun 2018, MKEK menginformasikan keputusan mereka kepada PB IDI bahwa Dokter Terawan telah sah melakukan pelanggaran etika kedokteran kategori berat. Antara lain, karena tidak menghadiri undangan pertemuan dan terus melakukan terapi pengobatan stroke yang dinilai belum atau tidak berbasis bukti medis (EBM).
MKEK kemudian merekomendasikan kepada PB IDI untuk memberhentikan Dr Terawan sebagai anggota IDI.
Tetapi, eksekusi ini tertahan. Pengurus IDI waktu itu masih menimbang-nimbang posisi Dr Terawan sebagai salah satu dokter kepresidenan. Tak diduga, setahun kemudian Dokter Terawan malah diangkat Presiden Jokowi menjadi menteri kesehatan.
Akhirnya, baru pada tahun 2022, setelah Dr Terawan diganti dan tidak lagi jadi menteri kesehatan, eksekusi pemecatan dirinya secara permanen dilakukan PB IDI.
Baca Juga: Wakapolda Jambi Gelar Pertemuan Bersama Pengurus IDI Jambi
Dan eksekusinya dilakukan dengan tegas. Maklum, sudah tertahan lama dan PB IDI sampai mendapat tekanan melalui rekomendasi dari para peserta Muktamar ke-31 IDI di Banda Aceh, 25 Maret 2022, untuk segera memecat Dokter Terawan.
Harus diakui kasus Terawan itu agaknya cukup membekas bagi para dokter. Apa lagi, sangat terasa, Dokter Terawan menjadi dokter yang tak tersentuh oleh sanksi pelanggaran aturan etik kedokteran.
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS