Firdaus juga aktif dalam berbagai organisasi profesi dan keilmuan seperti Persatuan Sains Sosial Malaysia, Persatuan Sejarah Malaysia, dan Persatuan Ekonomi Malaysia. Di samping itu, ia juga cukup lama mengabdi di Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP) Malaysia. Pertama sebagai salah seorang direksi sekaligus Chairman Sub-Committee on Finance and Tender DBP (1992-1999), dan puncaknya adalah sebagai Ketua Dewan Pengarah DBP (2005-2008).
Selain seorang akademisi dan pentadbir yang mumpuni, nama Firdaus Abdullah juga sangat terkenal karena aktivitasnya sebagai penyair dan sastrawan. Dalam hal ini, karya-karyanya banyak dipengaruhi bentuk puisi lama Minangkabau, yaitu pantun. Hal ini bisa dipahami, karena sejak usia belia, bersama ayahnya ia sering mengikuti siaran RRI terutama yang dipancarkan dari Padang dan banyak menyiarkan Sandiwara Randai dan lagu-lagu Minang lama. Pengaruh Minangkabau tersebut amat jelas di mana saja ia berada dan berkarya, baik di Amerika ataupun di Moskow.
Sejak masih bekerja sebagai wartawan di dekade 1960-an, ia sudah produktif menulis puisi, sehingga kepada Firdaus pernah disematkan slogan “tiada hari tanpa puisi”. Setelah menjadi pensyarah dan guru besar pun ia tetap menulis puisi. Bahkan sampai usianya telah mencapai 80 tahun. Ratusan puisi telah ia tulis, dan banyak buku puisinya sudah diterbitkan. Sebagai penyair yang prolifik, empat karya puisinya pernah memenangkan Hadiah Karya Sastera Malaysia. Yaitu Tiga Pesan Pembangunan (1971), Lima Menungan di Lima Perhentian (1973), Niagara (1976), dan Tarawih (1982-1983).
Baca Juga: Bundo Kanduang " Uni Ani" yang Mendunia itu Telah Tiada...
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS